Kamis, 18 Juli 2013

SEJARAH PENULISAN HADIS


SEJARAH PENULISAN HADIS
"Dengan melihat penilitian yang ada, dapat dikatakan bahwa setiap orang yang tidak menerima penulisan hadis perlu mengetahui bahwa kondisi sebaliknya telah dinukilkan pula. Maka dapat dikatakan bahwa penulisan dan penukilan hadis oleh para sahabat telah jelas dan pasti"

Berbicara mengenai sejarah penulisan hadis, kita akan dihadapkan dengan beberapa pertanyaan yang diantaranya, Bagaimanakah hadis sampai kepada generasi ini? Apa usaha yang dilakukan oleh Nabi agar ucapan beliau yang itu dapat sampai kepada generasi selanjutnya?
Dengan mencoba membayangkan kondisi kehidupan zaman Nabi kita lihat perilaku apakah yang ditunjukkan oleh para berkaitan dengan hadis-hadis nabi. Dan tentu, masih banyak lagi pertanyaan yang berkaitan dengan topik ini.


Untuk memulai mengkaji sejarah penulisan hadis, tepat kalau kita mencoba menengok pandangan Ahlussunnah berkaitan dengan penulisan hadis. Harus diakui bahwa mayoritas ulama Ahlussunnah berkeyakinan bahwa sampai akhir abad pertama hadis belum ditulis.[1] Mayoritas ulama Ahlussunnah juga berkeyakinan bahwa yang menjadi motor penggerak penulisan hadis adalah khalifah Umar bin Abdul Aziz[2] Untuk itu ia menugaskan Muhammad bin Syihab Azzuhri.[3]

Melihat fakta yang dinukil oleh ulama Ahlussunnah, tentu kita akan bertanya-tanya. Benarkah demikian? Ataukah ada fakta lain dibalik semua penukilan di atas. Tidakkah semasa hidupnya, Rasul pernah menyinggung masalah penulisan hadis-hadis beliau? Tidakkah pernah terpikirkan bahwa satu abad adalah kurun waktu yang cukup untuk melenyapkan sebagian dari peradaban sebuah umat? Bukankah dengan demikian sejumlah besar kata-kata hikmah Nabi lenyap dan musnah begitu saja?

Budaya Tulis-Menulis dalam Islam

Penulisan merupakan media yang paling penting guna memindahkan pengetahuan yang ada pada diri seorang manusia kepada yang lain. Dengan mencoba menengok kembali sejarah peradaban umat manusia, terbukti melalui penulisan, kita dapat menikmati puncak peradaban sekelompok manusia. Pendeknya, penulisan memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemindahan pengetahuan.

Ketika pertama kali al-Quran diturunkan, sangat menekankan mengenai hal ini. Surat al-'Alaq, sangat menekankan ta'lim (pelajaran), qira'at (membaca) dan qalam (pena). Artinya, ilmu dan penulisan memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Dalam surat al-Qalam, Allah SWT bersumpah dengan qalam (pena). Lebih lagi, kata kataba yang berarti menulis berjumlah 57 dalam al-Quran dan pecahan katanya seperti kitab berjumlah 262. Berkaitan dengan ayat dain (hutang-piutang) dalam surat Baqarah ayat 282, Khathib Al-Baghdadi berkata"Allah memerintahkan untuk menuliskan masalah hutang-piutang, agar tidak timbul masalah dikemudian hari, karena hilang, lupa atau ragu berkaitan dengannya. Bila hal ini pantas dilakukan, maka hal yang demikian lebih layak bila dikaitkan dengan masalah ilmu, hadis dan fakta-fakta lain yang berkaitan dengan agama agar tidak lenyap begitu saja, mengingat menjaganya lebih rumit ketimbang masalah hutang- piutang."[4]

Dengan melihat kenyataan ini, pantas jika dikatakan bahwa dalam Islam al-Quran lah yang pertama kali, memperhatikan masalah ini dan mengajarkan kepada pengikutnya. Kemudian, bagaimana dengan sikap Nabi. Tentunya, beliau sebagai penyampai dan penjelas al-Quran dengan seluruh wujudnya menjelaskan hal itu. Beliau sendiri bersabda, "Bit ta'limi ursiltu" (aku diutus untuk mnyebarkan ilmu). Hal ini menandakan bahwa pengutusan beliau telah meniupkan terompet perang anti kebodohan. Mungkinkah Seorang yang tugasnya menyebarkan ilmu, lupa mengajak para sahabatnya untuk menulis apa yang disampaikannya?

Riwayat-riwayat Nabi saww yang berkaitan dengan penulisan hadis menunjukkan hal yang bertentangan dengan apa yang dinukilkan oleh mayoritas Ahlussunnah. Nabi saww bahkan sangat menekankan pentingnya menulis hadis. Berikut ini beberapa hadis yang berkaitan dengan perintah Nabi saww berkaitan dengan penulisan hadis, "Ikatlah ilmu dengan tulisan".[5]
Diriwayatkan ada seorang sahabat Nabi (dari kalangan Anshor) duduk dengan penuh perhatian mendengar ceramah Nabi. Ucapan yang keluar dari bibir Rasulullah sebisa mungkin dihafalkannya namun sekeras apapun dia berusaha, tetap ia tidak mampu menghafalnya. Ketika Nabi selesai berceramah ia mendekati Nabi saww dan mengadukan ingatannya yang lemah. Spontan Rasulullah saww menjawab, "Bantulah hafalanmu dengan tangan kananmu (tulisanmu)"[6]
Hadis yang senada antara lain diriwayatkan dari Abdulllah bin Amr bin 'Ash. Dia berkata, "Apa saja yang kudengar dari Rasulullah SAWW aku tulis, sehingga aku dapat menghapalnya." Mendengar ini, orang-orang Qurais melarangku untuk menulis ucapan Nabi. Mereka mengatakan, "Engkau menulis apa saja yang kau dengar dari Rasulullah saww padahal dia juga manusia biasa yang ketika berbicara boleh jadi dalam keadaan marah atau senang. "Mendengar hal itu, aku tidak lagi menulis ucapan Rasulullah saww sampai suatu ketika aku sendiri menanyakan hal ini kepada Rasulullah saww. Beliau menjawab, "Tulislah! Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidak ada kata-kata yang keluar dari ini (sambil menunjuk ke arah mulutnya) kecuali kebenaran"[7]
Fakta mengungkapkan bahwa sejak dahulu, penulisan merupakan manifestasi sebuah peradaban dan manusia mempergunakannya sebagai media tukar-menukar informasi. Allah sendiri bersumpah demi qalam dan Nabi saww berusaha menekankan budaya tulis-menulis kepada para sahabatnya melalui sebagian riwayat yang telah dinukil diatas. Dengan ini, mungkinkah akal sehat menerima bahwa Nabi sendirilah yang melarang penulisan hadis?[8] Atau sekurang-kurangnya tidak menunjukkan sikap apapun berkaitan dengan penulisan hadis.

Sahabat dan Penulisan Hadis

Berdasarkan data-data sejarah, sejumlah sahabat Nabi memiliki kumpulan tulisan mengenai hadis, yang terkadang disebut shahifah atau nuskhah. Untuk lebih jelasnya, perbedaan yang paling mendasar antara shahifah dan nuskhah terletak pada sanadnya. Bila sanadnya lebih dari satu disebut nuskhah, sedangkan bila sanadnya hanya satu walaupun hadisnya lebih dari satu dan temanya bermacam-macam disebut shahifah.[9]
Shahifahsendiri berarti lembaran yang berisikan tulisan. Menurut istilah, shahifah berarti lembaran yang berisikan hadis-hadis Nabi, nuskhah juga memiliki arti yang sama.[10]

Ada beberapa nama sahabat Nabi yang memiliki shahifah atau nuskhah antara lain; Abu Bakar, Anas bin Malik, dan Aisyah binti Abu Bakar. Bukan hal aneh bila dikatakan bahwa Abu Bakar pada masa hidup Nabi saww telah menulis hadis. Bahkan diestimasi ia memiliki kumpulan berisi kurang lebih 500 hadis. Walaupun pada akhirnya kumpulan itu dibakar.[11] Anas bin Malik termasuk salah seorang sahabat Nabi saww yang memiliki tulisan indah dan ia telah menulis hadis-hadis Nabi. Bahkan ia sangat menekankan kepada anak-anaknya untuk menulis hadis agar tidak sampai musnah begitu saja. Oleh sebab itu, banyak sekali perawi yang meriwayatkan hadis darinya.[12]
Pasca wafat Rasulullah saw, Aisyah binti Abu Bakar memiliki posisi yang cukup penting dalam pemerintahan. Ia, oleh pemerintah, diperkenalkan sebagai rujukan bagi berbagai macam permasalahan agama, baik hukum, tafsir atau selainnya. Ia sendiri memberikan perhatian yang sangat besar dalam masalah penukilan hadis. Ia sering menyampaikan hadis dan kemudian ditulis dan disebarkan. Ziad bin Abi Sufyan, Urwah bin Zubair dan Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan orang-orang yang banyak menulis hadis dari 'Aisyah. Urwah bin Zubair sendiri hanya dalam bab tafsir meriwayatkan tidak kurang dari 92 hadis dari 'Aisyah.[13] Selain tiga nama yang disebutkan diatas, Muhammad Mahdi Rad dalam penelitiannya menyebutkan sekitar 45 nama sahabat lain yang menulis hadis di zaman Rasulullah.[14]

Pengakuan Ulama Hadis

Dr. Nuruddin dalam Manhajun Naqdi fi 'Ulumul Hadits mengatakan banyak sekali hadis-hadis dari para sahabat Nabi, yang bahkan sampai pada batas mutawatir, yang membuktikan adanya penulisan hadis di zaman Nabi.[15] Demikian juga dengan Dr. Shubhi Sholeh yang dengan nada heran mengatakan, "Bukanlah suatu keharusan kita memaksakan diri untuk mengatakan bahwa penulisan hadis dimulai di zaman Umar bin Abdul Aziz, mengingat buku-buku hadis, kabar-kabar bahkan data-data sejarah tidak lagi meninggalkan keraguan sedikitpun untuk menetapkan bahwa hadis telah ditulis semenjak zaman Rasulullah saww.[16]
Dr. Musthofa Adhomi dengan gaya resiprokalnya menekankan bahwa pembuktian pelarangan penulisan hadis dengan hadis juga menunjukkan kebolehannya. Dia menulis, "Dengan melihat penilitian yang ada, dapat dikatakan bahwa setiap orang yang tidak menerima penulisan hadis perlu mengetahui bahwa kondisi sebaliknya telah dinukilkan pula. Maka dapat dikatakan bahwa penulisan dan penukilan hadis oleh para sahabat telah jelas dan pasti.[17]

Syiah dan Penulisan Hadis

Sesuai dengan pengakuan para muhadditsin (ahli hadis), banyak hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw memerintahkan penulisan hadis kepada para sahabat. Bentuk perhatian Nabi terhadap penulisan hadis terkadang direalisasikan dengan langsung memerintah para sahabat untuk menulis hadis. Terkadang karena ada sahabat yang meminta izin untuk menulis atau dituliskan hadis baginya, lalu Nabi saww memperbolehkan. Pada kondisi lain, Nabi saww terkadang memuji para penulis hadis dan bahkan menghormati mereka.

Imam Ali as berkata, "Rasulullah saww bersabda uktubu hadzal 'ilma (tulis ilmu ini). [18] Setelah peristiwa pembebasan Mekah, Rasulullah SAWW berceramah di hadapan kaum muslimin. Pada waktu itu hadir seorang dari Yaman bernama Abu Syah yang kemudian bangkit dan berkata kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, khutbah yang engkau sampaikan itu tuliskan kepadaku! Rasullah saww menjawab, "Uktubu li Abi Syah" (tuliskanlah untuk Abu Syah!).[19]
Dalam sejarah tertulis, setelah perang Badar, para pejuang Islam menawan sejumlah tentara Qurais. Untuk setiap tawanan yang ingin bebas, diberikan beberapa syarat. Salah satunya menunjukkan bahwa betapa Rasulullah saww memahami pentingnya budaya tulis-menulis. Beliau memerintahkan bagi mereka yang mempunyai uang untuk menebus dirinya dengannya. Sedangkan mereka yang tidak memiliki apapun, namun memiliki kepandaian menulis, hendaknya mengajar kaum Anshor. Dan hal itu menjamin kebebasan mereka.[20]
Ulama Ahlussunnah menyebut sekumpulan hadis yang diucapkan oleh Rasul dan kemudian ditulis dan dikumpulkan oleh Imam Ali as dengan nama Shahifah Ali dan menyandarkannya kepada Imam Ali. Berkaitan dengan hadis yang ada di dalam Sahifah Ali, ulama Ahlussunnah berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa hadis yang ada hanya sampai tingkatan masyhur dan sebagian lain mencoba untuk meneliti lebih lanjut dengan memilah-milahnya.

Ulama Ahlussunnah dan Syiah tidak banyak berbeda pendapat mengenai hadis yang terdapat di dalamnya. Mereka mengatakan bahwa ia berisikan hadis-hadis yang berkaitan dengan akal dan berkaitan dengan batas-batas diat. Sumber riwayat Syiah menyebutkan bahwa kumpulan hadis-hadis tersebut berada di tangan Imam Ali as dan disembunyikan di gagang pedang beliau. Dari Imam shadiq as diriwayatkan, "Ada sebuah shahifah di gagang pedang Ali as."[21]
Dengan paparan yang sangat gamblang diatas, bagaimanapun juga argumentasi diatas menunjukkan bahwa penulisan hadis sudah ada semenjak awal munculnya Islam.


[1] Tadribur Rawi, juz 1, hal 45
[2] Taqyiidul 'ilmi, hal 105
[3] Thabaqaatul Kubra, juz 7, hal 448
[4] Taqyiidul 'Ilmi, hal 71
[5] Kanzul Ummal, juz 5, hal 224
[6] Biharul Anwar, juz 2 hal 152
[7] Taqyiidul 'Ilmi hal 81-88
[8] "Laa Taktubu 'Anni Syaian illal Quran, faman Kataba 'Anni Syaian Ghairal Quran Falyamhuhu" , Shahih Muslim juz 4 hadis 2289, Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 3.
[9] Ma'rifatun Naskhi was Shuhufil Haditsiyah, hal 24-25
[10] Idem, hal 23
[11] Tadzkiratul Huffadz, juz 1, hal 5
[12] Thabaqatu ibni Sa'ad, juz 7, hal 22
[13] Marwiyyatu Ummil Mu'minin 'Aisyah fit Tafsir, hal 16
[14] 'Ulume hadis, vol 3, hal 10-40
[15] Manhajun Naqdi fi 'Ulumul Hadits, hal 40
[16] 'Ulumul Hadits wa Mushthalaahuhu, hal 33
[17] Dirosaatun fil Hadits wa Tarikhu Tadwinihi, juz 1 hal 76
[18] Kanzul Ummal, juz 10 hal 262
[19] Taqyiidul 'Ilmi hal 86
[20] Thabaqaatul Kubra juz 2, hal 22
[21] Al-Ikhtishas hal 248, Biharul Anwar, juz 40, hal 133


0 komentar:

Posting Komentar

 

Subscribe to our Newsletter

Contact us

user.kapaupau@gmail.com

A Luta Continua camerad!