Senin, 17 Juni 2013

Kelas Buruh dan Gerakan Politik Dalam Revolusi Demokratik di Indonesia


Mengapa persoalan perjuangan politik, penting bagi kaum buruh? Karena perjuangan politik tidak akan pernah dapat dipisahkan dari perjuangan ekonomi kaum buruh. Misalnya saja persoalan upah, PHK, UU perburuhan, kebebasan berorganisasi, dan seluruh kehidupan lainnya, semuanya diatur dan ditentukan oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan dengan berbagai macam cara untuk menegakkannya. Dari mulai membuat UU, peraturan hingga menggunakan polisi, tentara, pengadilan dan penjara untuk menekan siapapun yang menentang keputusan ini. Semua kebijakan ini hanya bisa dilawan dengan adanya kekuatan massa.
Sederhananya kondisi ekonomi kaum buruh dan rakyat secara keseluruhan hanya akan berubah jika terjadi perubahan politik secara radikal. Tentu saja perubahan politik radikal yang dimaksud adalah terjadinya penggantian pemerintahan yang dikuasai kelas pemilik modal dengan pemerintahan yang dipimpin oleh kaum buruh. Inilah tujuan dari gerakan kaum buruh.
Tetapi yang paling utama untuk menekan bangkitnya gerakan buruh radikal revolusioner adalah mengerahkan tentara dalam setiap konflik industrial. Setiap pemogokan tentara selalu terlibat didalamnya bukan saja dalam hal mengamankan pemogokan melainkan juga terlibat dalam perundingan antara buruh dan pengusaha; membubarkan pemogokan dengan kekerasan; menangkapi para pemimpin pemogokan; menculik dan menyiksanya hingga membunuhnya.
Industrialisasi di Indonesia berkembang sejak Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri dikeluarkan pada tahun 1967 dan tahun 1968. Sejak saat itu modal mengalir dalam sektor industri. Hampir separuh dari invesatsi asing di Indonesia terdapat di Jakarta dan sekitarnya (Bogor, Tangerang dan Bekasi). Dari investasi asing tersebut 80% nya ada di sektor industri manufaktur
Ketika harga minyak jatuh di pasaran dunia pada tahun 1980-an pemerintah Orde Baru menggantikan strategi industri dari industri Substitusi impor menjadi Industri Substitusi Ekspor. Daerah-daerah industri baru pun dibangun yang juga menyebabkan populasi kaum buruh pun terus bertambah. Pada tahun 1980 sektor buruh manufaktur berjumlah 4,2 juta. Tahun 1985 jumlah ini menjadi 5,8 juta; tahun 1990 mencapai 8,2 juta dan hingga bulan November 1993 ada 9,4 juta, dimana 76%nya terkonsentrasi di pulau Jawa. Hingga tahun 1997 jumlah kaum buruh manufaktur hampir mencapai jumlah 18 juta buruh. Dengan jumlah pabrik pada tahun 1995 berjumlah 126.300 buah (Kompas, 28 Agustus 1995). Dari jumlah ini konsentrasi industri manufaktur terdapat di pulau Jawa dengan konsentrasi terletak di Jawa Timur dan Jawa Barat serta Jakarta..
Investasi asing diundang masuk ke Indonesia dengan jaminan stabilitas politik yang mantap serta upah buruh yang murah. Untuk sementara waktu pemerintah berhasil meredam gejolak industri dari konflik antara buruh dan majikan. Ketiadaan perlawanan ini selanjutnya mendorong pemerintah untuk semakin mengabaikan hak-hak kaum buruh: hak ekonomi dan hak politik. Upah yang diterima sangat kecil jauh dibawah setandar kehidupan normal manusia. Dalam tahun 1997 upah kaum buruh sebesar Rp. 5.750/hari. Pada tahun 1998 Menteri Tenaga Kerja no. 49 tahun 1998 hanya menaikkan upah buruh sebesar 15%/hari atau Rp. 6.650/hari. Sementara itu harga-harga barang kebutuhan pokok telah naik hingga 200-300%.
Tetapi seiring dengan perkembangan kapitalisme itu sendiri, akhirnya kaum buruh mulai bangkit melawan. Perlawanan-perlawan yang dilakukan lebih sebagai suatu perlawanan yang spontan akibat penderitaan mereka ketimbang suatu perlawanan yang terorganisir. Dalam aksi ini mereka mendapat pengalaman bahwa DPR, Depnaker, tentara, UU, hukum, peraturan dll berpihak kepada pengusaha yang menyadarkan mereka hakekat dari lembaga-lembaga tersebut yang merupakan institusi yang mendukung sistem penindasan yang dilakukan kaum pemilik modal terhadap kaum buruh.
Ada beberapa hal penting yang patut menjadi catatan kita dalam mengevaluasi gerakan kaum buruh dan gerakan demokrasi selama krisis ekonomi dan periode kejatuhan Suharto diantaranya:
• Kesadaran dan gerakan kaum buruh masih bersifat ekonomis (hanya menuntut persoalan-persoalan ekonomi semata). Inipun masih sebatas perjuangan pabrik semata. Kaum buruh tidak memiliki kekuatan akibat masih terpecah-pecah, terisolasi oleh tembok-tembok pabrik mereka masing-masing dan tidak adanya kesadaran bersatu sebagai satu kelas yang tak bermilik dan menjual tenaga kerjanya.
• Kaum buruh adalah kelompok yang paling dikorbankan ketika krisis ekonomi terjadi. Tidak ada satu perlawanan yang berarti menghadapi ini. Krisis inipun tidak berhasil mendorong solidaritas kaum buruh.
• Secara umum, kaum buruh tidak terlibat dalam gerakan demokrasi di Indonesia. Ketika para mahasiswa dan massa rakyat perkotaan turun ke jalan, kaum buruh tetap sibuk bekerja ataupun melakukan aksi-aksi mogok di pabrik mereka. Aksi-aksi mogok kaum buruh sama sekali tidak berhubungan dengan aksi-aksi politik hingga kejatuhan Suharto. Kaum buruh berdiri di barisan belakang dalam pergerakan politik demokrasi.

Kebangkitan Kesadaran dan Pergerakan Kaum Buruh
Mengikuti kejatuhan Suharto, pemerintahan reformasi yang sisa-sisa orde masih kuat; berusaha untuk menyelamatkan pemerintahan Orde Baru dari kahancuran total. Ini dilakukan dengan cara membuka sedikit "ruang demokrasi" dengan maksud meredakan aksi-aksi perlawanan yang terjadi. Seperti diijinkannya organisasi-organisasi dan partai-partai politik baru berdiri, tentara dipisahkan dari Polri, jatah Abri di DPR dikurangi dan terakhir mengajak semua kekuatan politik dan rakyat untuk ikut dalam pemilu. Semua "sogokan" ini ternyata berhasil "menurunkan/memperkecil" atmosfir perlawanan yang terjadi. Lebih dari seratus partai politik baru bermunculan.
Sementara itu di kalangan kaum buruh dan rakyat secara keseluruhan tidak ada perubahan yang berarti. Harga barang-barang tetap tinggi, tidak terjangkau oleh rakyat. Jutaan buruh telah di phk, upah minimum tetap kecil (hanya naik 15% dibandingkan dengan kenaikan harga yang sudah mencapai 200%). Begitu pula kebebasan berorganisasi bagi rakyat dan kaum buruh juga tetap dihambat. Misalnya saja, walaupun pemerintah telah meratifiaksi konvensi ILO nomor 87 (tentang kebebasan berserikat dan Perlindungan hak untuk berorganisasi) dan mengeluarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja no.05 tahun 1998 tentang Serikat Buruh Tingkat Perusahaan, dan UU No. 21 tentang Serikat buruh/serikat pekerja, tetapi dalam prakteknya kebebasan ini masih mendapat hambatan dalam pelaksanaannya. Dalam banyak kasus para pengusaha dan Depnaker sering menghambat pembentukan organisasi buruh diluar SPSI.
Semua tindakan pemerintah yang mengabaikan hak-hak kaum buruh justru lebih disebabkan tidak adanya persatuan kaum buruh (yang menyebabkan kaum buruh terpecah-pecah, tidak memiliki kekuatan). Selain itu kaum buruh juga tidak terlibat dalam perjuangan politik menegakkan demokrasi. Jadi wajar bila pemerintah sama sekali tidak takut dan tidak peduli dengan kaum buruh. Pemerintah sangat yakin apapun tindakan pemerintah yang merugikan kaum buruh, kaum buruh tidak akan berbuat apa-apa untuk menentangnya. Bahkan seandainya UMR tidak dinaikkan pun, belum tentu kaum buruh akan bangkit bersatu untuk menuntut ini. Jadi penderitaan yang dialami kaum buruh selama ini justru diakibatkan karena kaum buruh tidak bersatu.

Kesadaran Politik Kaum Buruh dan Revolusi Demokratik di Rusia.
Lenin dalam tulisannya Apa yang harus dilakukan telah menjelaskan bahwa perjuangan kaum buruh tidak akan berubah menjadi perjuangan politik, menjadi perjuangan kelas hingga kaum buruh dipimpin oleh partai revolusioner yang bekerja untuk revolusi. Artinya kecepatan kebangkitan kesadaran kaum buruh dari ekonomis ke politis akan sangat ditentukan seberapa besar masuknya unsur luar (baca: partai revolusioner) ke dalam gerakan buruh. Perjuangan kaum buruh lewat aksi-aksi pemogokan yang sistematis menentang kaum majikan tetap merupakan perjuangan serikat buruh yang berbeda dari perjuangan politik partai revolusioner. Walaupun perjuangan ini merupakan embrio dari perjuangan kelas, perjuangan politik. Perjuangan kaum buruh tanpa dipimpin oleh Partai Marxis tidak akan sampai pada perjuangan menentang kaum borjuasi sebagai suatu kelas dalam masyarakat kapitalisme walaupun Lenin pernah memandang kesadaran kelas buruh secara instingtive adalah kesadaran “Sosial Demokrat”.
Revolusi Rusia 1905, perjuangan spontan kaum buruh lewat pemogokan ekonomi berhasil berkembang menjadi pemogokan politik hingga ke pamberontakan dan menyeret lapisan-lapisan lainnya terlibat dalam gerakan revolusi. Revolusi 1905 menghancurkan seluruh ketidakyakinan kaum sosial demokrat non Bolshevik di Rusia akan kemampuan dan potensi kelas buruh dalam memimpin revolusi borjuis demokratik seperti yang dianut kaum Menshevik. Memang sulit membayangkan bagaimana menggambarkan energi massa dapat berkembang berkali-kali lipat dalam situasi revolusioner dibandingkan dengan massa damai. Bagaimana membayangkan jumlah kaum buruh yang terlibat dalam pemogokan di Rusia setiap tahunnya yang hanya sebesar 43.000 atau 430.000 selama sepuluh, tetapi angka ini dapat dicapai hanya dalam waktu satu bulan situasi revolusioner. Seperti ditunjukkan oleh Lenin dimana pada bulan januari 1905 jumlah kaum buruh yang terlibat pemogokan di Rusia pada bulan Januari sebesar 440.000 buruh, atau sama banyaknya dengan jumlah kaum buruh yang terlibat dalam pemogokan selama sepuluh tahun di Rusia.
Begitu pula bagaimana kesadaran politik dapat berkembang, meloncat jauh dan menyeret massa yang paling terbelakang sekalipun ke dalam pertarungan politik menentang kelas penguasa. Demikianlah situasi revolusioner akan menghancurkan setiap kesimpulan/pandangan yang hanya diambil pada masa damai dan melupakan potensi dan energi dan pengalaman perjuangan revolusioner kaum buruh yang pernah terjadi.
Pengalaman perjuangan perlawanan massa pada bulan November (masa pemerintahan habibi) juga telah memberikan pelajaran untuk dipercaya akan energi dari massa. Keyakinan tersebut yang telah mendorong adanya usaha untuk melibatkan rakyat secara besar untuk terlibat dalam aksi-aksi mahasiswa. Walau massa rakyat itu tidak terorganisir baik untuk bergabung bersama menolak sidang umum MPR; menyerukan pembentukan pemerintahan transisi; menuntut pencabutan dwi fungsi Abri. Memang sebelumnya dikeluarkan selebaran yang menyerukan rakyat agar berkumpul di jalan-jalan dan mendukung aksi serta bergabung bersama mahasiswa. Tetapi untuk mengambil langkah ini terlebih dahulu dibutuhkan suatu keyakinan akan kesadaran politik dan energi serta kesiapan keterlibatan rakyat untuk terlibat dalam penggulingan kekuasaan. Keyakinan tersebut diperoleh dari kondisi obyektif “kesadaran politik” massa hasil dari pengalaman perjuangan mereka melawan penindasan sitem kapitalisme Orde baru.
Kembali ke buruh. Kontradiksi dalam kapitalisme, kontradiksi dalam hubungan sosial produksi akan menimbulkan aksi-aksi yang dilakukan kaum buruh. Inilah yang menyebabkan aksi-aksi ekonomis kaum buruh setiap tahunnya cukup besar. Seperti juga yang dijelaskan oleh Marx tentang awal dan perkembangan aksi-aksi kaum buruh ;
• ... mulailah perjuangannya terhadap borjuasi. Mula-mula perjuangan itu dilakukan oleh kaum buruh orang-seorang, kemudian oleh buruh suatu pabrik, kemudian oleh buruh dari satu macam perusahaan di satu tempat melawan borjuis orang-seorang yang langsung menghisap mereka. Mereka tidak mengerahkan serangan-serangannya terhadap syarat-syarat produksi borjuis, tetapi terhadap perkakas-perkakas produksi itu sendiri; mereka merusakkan barang-barang impor yang menyaingi kerja mereka, mereka menghancurkan mesin-mesin, mereka membakar pabrik-pabrik...
• Pada tingkat tersebut kaum buruh merupakan suatu massa yang lepas tersebar di seluruh negeri dan terpecah belah oleh persaingan di kalangan mereka sendiri...
• ... Tetapi dengan berkembangnya industri, proletariat tidak saja bertambah jumlahnya; ia menjadi terkonsentrasi di dalam massa yang lebih besar, kekuatannya bertambah besar dan ia semakin merasakan kekuatan itu. Kepentingan-kepentingan dan syarat-syarat hidup yang bermacam ragam di dalam barisan proletariat semakin lama semakin menjadi sama, sederajat dengan dihapuskannya segala perbedaan kerja oleh mesin-mesin dan dengan diturunkannya upah hampir di mana-mana sampai pada tingkat yang sama rendahnya. Persaingan yang semakin menjadi di kalangan kaum borjuis dan krisis-krisis perdagangan yang diakibatkannya, menyebabkan upah kaum buruh senantiasa berguncang. Perbaikan mesin-mesin yang tidak henti-hentinya itu senantiasa berkembang dengan lebih cepat, menyebabkan penghidupan mereka makin lama makin tidak tentu; bentrokan-bentrokan antara buruh orang-seorang dengan borjuis orang-seorang makin lama makin bersifat bentrokan-bentrokan antara dua kelas. Sesudah itu kaum buruh mulai membentuk perkumpulan-perkumpulan menentang kaum borjuis; mereka berhimpun untuk mempertahankan upah-kerja mereka; mereka mendirikan perserikatan-perserikatan yang tetap untuk mempersiapkan diri guna perlawanan yang sewaktu-waktu ini. Di sana-sini perjuangan itu meletus menjadi huru-hara.
• Kadang-kadang kaum buruh memperoleh kemenangan, tetapi hanya untuk sementara waktu. Buah yang sebenarnya dari perjuangan mereka tidak terletak pada hasil yang langsung, tetapi pada senantiasa makin meluasnya persatuan kaum buruh.... Persatuan ini dibantu terus oleh kemajuan-kemajuan alat-alat perhubungan yang dibuat oleh industri modern dan yang membawa kaum buruh dari berbagai daerah berhubungan satu dengan yang lain. Justru perhubungan inilah yang diperlukan untuk memusatkan perjuangan-perjuangan lokal yang banyak itu, yang kesemuanya mempunyai sifat yang sama, menjadi satu perjuangan nasional antara kelas-kelas. Tetapi tiap perjuangan kelas adalah suatu perjuangan politik.

Sejak Partai Komunis Indonesia di hancurkan termasuk juga ormas buruh nya SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan ormas-ormas lainnya, kaum buruh dibiarkan bergerak sendiri tanpa pengaruh unsur revolusioner didalamnya. Pengaruh yang masuk ke kalangan kaum buruh berikutnya hingga menjelang tahun 1990-an adalah ideologi borjuis yang disebarkan oleh kalangan LSM yang tidak pernah memajukan perjuangan kaum buruh.
Kesadaran kaum buruh seluruhnya dikuasai oleh idologi kaum borjuasi pimpinan Soeharto tanpa adanya counter ideologi revolusioner terhadapnya. Berbagai pengekangan hak-hak demokrasi kaum buruh dilakukan pemerintah untuk mencegah bangkitnya gerakan kaum buruh yang radikal-revolusioner. Ini dilakukan dengan cara tidak diperbolehkannya berdiri organisasi buruh lain selain SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Tindakan ideologis pun dilakukan untuk memanipulasi kontakdiksi antara kaum buruh dengan kaum pemilik modal. Seperti mengganti kata buruh menjadi karyawan, dan mengeluarkan konsep Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) yang kemudian berganti menjadi Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Dalam konsep ini hubugan kaum buruh dengan majikan digambarkan sebagai suatu hubungan yang harmonis, hubungan yang bersifat kekeluargaan. Sehingga bila terjadi konflik maka jalan yang diambil adalah musyawarah dan bukannya mogok.
Tetapi yang paling utama untuk menekan bangkitnya gerakan buruh radikal revolusioner adalah mengerahkan tentara dalam setiap konflik industrial. Setiap pemogokan tentara selalu terlibat didalamnya bukan saja dalam hal mengamankan pemogokan melainkan juga terlibat dalam perundingan antara buruh dan pengusaha; membubarkan pemogokan dengan kekerasan; menangkapi para pemimpin pemogokan; menculik dan menyiksanya hingga membunuhnya.
Sejak tahun 1990-an kualitas aksi-aksi kaum buruh pun semakin meningkat. Aksi-aksi yang dilakukan juga mulai masuk ke perkotaan dengan cara mendatangi kantor DPR/D, Komnas Ham, Depnaker bahkan mendatangi kampus. Aksi-aksi ini membawa pelajaran langsung tentang watak dari pemerintahan kapitalis Orde Baru. Mereka mendapat pengalaman bahwa DPR, Depnaker, dll tidak dapat membantu mereka bahkan justru berpihak kepada pengusaha yang menyadarkan mereka hakekat dari lembaga-lembaga tersebut yang merupakan institusi yang mendukung sistem penindasan yang dilakukan kaum pemilik modal terhadap kaum buruh.
Selain aksi-aksi ekonomis buruh di pabrik, aksi-aksi non pabrik juga mulai terjadi dan berhasil memobilisasi buruh dalam jumlah yang cukup besar pada saat itu, seperti peringatan hari buruh 1 mei dan penolakan Kepemen 78 2001 baru-baru ini.
• Beberapa aksi aksi kaum buruh yang disebutkan diatas juga sudah mulai mengangkat isu diluar isu pabrik seperti dari mulai menuntut kebebasan berorganisasi, pencabutan seluruh Produk orde baru, Dwi Fungsi Abri hingga Pembubaran Parleman, Anti Pasar Bebas dan IMF. Semua tindakan ini membawa pengaruh dalam menghancurkan isolasi kaum buruh.

Meningkatnya krisis ekonomi dan bangkitnya perlawanan mahasiswa dan pengaruhnya dalam kelas buruh
Meningkatnya krisis ekonomi pada bulan sejak Juli 1997 yang diikuti dengan PHK massal jutaan buruh (lebih satu juta buruh manufaktur diphk akibat krisis) dan kenaikan harga barang-barang semakin mendorong terjadinya aksi-aksi kaum buruh. Ketakutan kaum buruh akan resiko PHK oleh pengusaha justru tidak begitu nampak di masa krisis. Kaum buruh justru menuntut hak-hak mereka di masa krisis. Mayoritas aksi yang terjadi yang dilakukan kaum buruh manufaktur adalah menuntut dinaikkannya upah mereka diatas ketentuan pemerintah kepada pengusaha. Buruh-buruh yang bekerja di sektor non manufaktur juga melakukan aksi seperti yang terjadi di sektor penerbangan; supir. Sementara itu di pedesaan, aksi-aksi menuntut diturunkannya lurah, camat, hingga bupati terjadi di berbagai daerah. Beberapa dilakukan dengan aksi gabungan bersama mahasiswa.
Krisis ekonomi kali ini memiliki peranan penting gerakan revolusi di Indonesia dikarenakan:
Krisis terjadi bersamaan dengan berkembangnya gerakan perlawanan terhadap kediktatoran Orde baru.
• Adanya partai marxis yang memiliki pengaruh yang cukup besar di tingkatan nasional dan bekerja di kekuatan-kekuatan utama revolusi demokratik: buruh; mahasiswa dan kaum miskin perkotaan dan kaum tani.
• “Kesadaran politik” rakyat bagi penggulingan dan pengambil alihan kekuasaan telah meningkat walaupun tidak terwadahi dalam organisasi-organisasi massa atau partai politik.

Seiring dengan meningkatnya krisis ekonomi yang dibarengi dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok, gerakan mahasiswa bangkit kembali hingga menghasilkan turunnya Suharto dari kursi kepresidenan. Setelah itu gerakan mahasiswa sempat menurun dan bangkit kembali beberapa bulan berikutnya hingga terjadinya peristiwa pertempuran semanggi yang menewaskan 15 orang mahasiswa dan rakyat non mahasiswa.
Sementara perlawanan Rakyat Pasca kejatuhan Soeharto:
• Ideologi yang anut dalam kelompok-kelompok mahasiswa mulai terlihat secara jelas. Kelompok kiri radikal menolak Sidang Istimewa (SI) dan mengkampanyekan pemerintahan transisi; pencabutan Dwi Fungsi Abri hingga turunnya habibie. Sementara kelompok moderat kanan, menerima SI, menuntut pengadilan Soharto dan menuntut pencabutan Dwi Fungsi Abri dan tetap menerima hasil SI walaupun hasil SI tidak mengagendakan pencabutan Dwi Fungsi Abri.
• Gerakan mahasiswa sudah tidak fobi terhadap gerakan rakyat. Bahkan beberapa kelompok mahasiswa seperti Liga Mahasiswa nasional untuk Demokrasi (LMND) selalu berusaha melibatkan rakyat dalam setiap aksi mereka. Terbukti organisasi buruh FNPBI, Tani dan pemuda GPK dll, dapat diterima masuk kedalam komite aliansi yang hampir seluruhnya adalah kelompok mahasiswa.
• Propaganda perubahan adalah dari mulai refomasi total hinggal revolusi. Aksi damai mulai diganti dengan aksi yang “Radikal”
• Gerakan mahasiswa mulai didominasi dan dipimpin oleh kelompok kiri radikal.
• Rakyat dalam jumlah ratusan ribu hingga jutaan rakyat kaum miskin perkotaan berhasil dilibatkan dalam aksi ini. Walaupun sektarian gerakan mahasiwa beberapa masih tersisa.

Sedang gerakan buruh paska turunnya Suharto menunjukkan beberapa perkembangan diantaranya:
• Propaganda politik lebih mudah diterima. Kaum buruh tidak lagi percaya propaganda pemerintah yang menakut-nakuti buruh dengan adanya tuduhan dipolitisir, ditunggangi, komunis dll.
• Keterlibatan kaum buruh dalam aksi-aksi non ekonomis semakin mudah dilakukan. Seperti yang terjadi dalam aksi-aksi Anti Orde baru, dimana organisasi buruh FNPBI ikut serta dalam komite aliansi Front Rakyat Bersatu. Begitu pula di daerah-daerah, lain kaum buruh walaupun dalam jumlah yang lebih kecil dibanding mahasiwa tetapi juga ikut serta dalam aksi-aksi ini bersama mahasiswa. Terbatasnya jumlah kaum buruh yang terlibat dalam aksi ini, dikarenakan belum memungkinkan kekuatan pelopor di buruh untuk melakukan aksi pemogokan serentak di kawasan industri.
• Mobilisasi massa buruh dalam aksi tidak mengabaikan pembangunan basis massa setelah itu. Kaum buruh tetap melanjutkan perjuangannya dengan bentuk-bentuk lain walaupun tidak ada agenda di pabrik mereka seperti: rapat akbar; lewat pendistribusian bacaan, diskusi terlibat dalam aksi bersama kelompok-kelompok non buruh.
• Mulai terlihat kebangkitan gerakan kaum buruh yang terorganisir. Aksi-aksi mogok kaum buruh mulai diorganisir secara rapi. Paska pemogokan dilanjutkan dengan pembentukan organisasi. Organisasi-organisasi buruh tingkat pabrik berdiri. Semua organisasi buruh tingkat pabrik ini disatukan dalam satu wadah organisasi buruh tingkat kota/wilayah. Kesadaran buruh kaum paska aksi terus dipertahankan dan ditingkatkan melalai aktivitas perjuangan yang lain seperti penyebaran terbitan, disuksi, kursus politik, rapat akbar, aksi bersama menuntut isu ekonomi dan politik serta terlibat dalam aksi demokrasi bersama kelompok lain non buruh.
• Munculnya aktivis-aktivis atau pejuang-pejuang buruh yang berasal dari kalangan buruh sendiri. Saat ini organiser buruh banyak dimunculkan dari kalangan buruh sendiri.
• Mulai munculnya kesadaran kaum buruh sebagai sesama kelas buruh. Ini dibuktikan dengan aksi-aksi solidaritas yang digelar. Walaupun ini dilakukan dengan cara menugaskan kawan-kawan buruh untuk mengambil cuti haid mereka untuk bisa terlibat dalam aksi kawan-kawan buruh dari pabrik lain yang sedang mogok. Persatuan ini tidak saja terjadi didalam aksi, tetapi juga mulai tampak dalam kehidupan sehari-hari. Kejadian disatu pabrik dibicarakan dengan pabrik-pabrik lain. Ketika terlibat dalam organisasi, mereka sadar bahwa mereka masuk dalam organisasi perjuangan bukan sekedar untuk menuntut ke pabrik mereka semata, melainkan menyatukan dan membangun kekuatan seluruh kaum buruh
• Adanya kesadaran dan keinginan yang dalam dari kaum buruh untuk berorganisasi. Ini dibuktikan dengan munculnya berbagai macam serikat buruh independen tingkatan pabrik akibat adanya peraturan yang memperbolehkan mendirikan organisasi buruh diluar SPSI maupun organisasi buruh non parbrik atau gabungan.
Kami perlawanan Rakyat (buruh, tani, mahasiswa dan kaum miskin perkotaan) akan terus berlangsung di hari-hari mendatang. Kaum harus segera mendapatkan kawan untuk memenangkan revolusi yang diselewengkan oleh elit politik dari kaum liberal borjuis. Mereka saat ini memang sedang berusaha menghentikan gerak dari revolusi. Bahkan secara terus terang telah dikemukakan oleh para pemimpin dari golongan ini. Tujuan mereka adalah mendapatkan tiket untuk pemilu dan duduk di parlemen sambil melihat peluang adanya kemungkinan untuk menggantikan kekuasaan orde baru dengan mereka. Dalam hal ini mereka bisa sejalan dengan kepentingan politik pemerintahan kekuatan orde baru atau kekuasaan yang mengabdi pada kepentingan modal.
Klas Buruh Indonesia harus menjadi perhatian bagi seluruh perjuangan pembebasan dimanapun, karena revolusi di Indonesia bukanlah hanya menjadi milik buruh Indonesia melainkan juga milik seluruh rakyat dan kaum tertindas di dunia. Seluruh faktor ini akan turut menentukan kemenangannya. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Subscribe to our Newsletter

Contact us

user.kapaupau@gmail.com

A Luta Continua camerad!